Jam Operasional

Senin-Kamis: 07.30- 16.00 WIB | Jumat: 07.30 - 16.30 WIB

Sektor Manufaktur Nasional Tumbuh Positif, Industri Alas Kaki Jadi Penopang Ekonomi

Sidoarjo, 2025 – Sektor industri manufaktur Indonesia terus menunjukkan kinerja positif di tengah tantangan geoekonomi dan geopolitik dunia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor Industri Pengolahan Nonmigas (IPNM) pada Triwulan II 2025 tercatat tumbuh sebesar 5,60 persen (YoY), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang berada pada angka 5,12 persen.

Selain itu, sektor IPNM memberikan kontribusi terhadap PDB nasional sebesar 16,92 persen. Optimisme pelaku usaha industri juga terlihat dari Indeks Kepercayaan Industri (IKI) bulan Oktober 2025 yang berada pada level 53,5. Sejalan dengan itu, Purchasing Managers Index (PMI) pada Oktober 2025 tercatat sebesar 51,5, yang menandakan kondisi ekspansif bagi pelaku usaha industri di dalam negeri.

Rata-rata utilisasi sektor IPNM sepanjang Januari–September 2025 mencapai 61,4 persen, menunjukkan masih besarnya ruang ekspansi manufaktur nasional untuk mengoptimalkan kapasitas produksi.

Kontribusi Ekspor dan Investasi

Dari sisi kinerja ekspor, selama periode Januari–Agustus 2025, nilai ekspor sektor IPNM mencapai USD 147,95 miliar, atau sekitar 79,92 persen dari total ekspor nasional sebesar USD 185,13 miliar. Pada periode yang sama, surplus perdagangan produk pengolahan nonmigas mencapai USD 26,24 miliar, dengan surplus terbesar berasal dari perdagangan dengan Amerika Serikat sebesar USD 15,28 miliar.

Surplus perdagangan produk manufaktur tersebut secara kumulatif menyumbang penguatan surplus perdagangan Indonesia yang mencapai USD 29,14 miliar.

Kepercayaan investor pada sektor manufaktur juga tetap terjaga, dengan kontribusi investasi industri manufaktur pada Triwulan I hingga III 2025 sebesar 39,04 persen dari total investasi nasional. Sejalan dengan pertumbuhan positif investasi manufaktur, hingga Februari 2025 sektor IPNM menyerap 19,55 juta tenaga kerja.

Kinerja Ekonomi Jawa Timur

Kinerja positif perekonomian nasional sejalan dengan capaian ekonomi di Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan data PDB Triwulan II Tahun 2025 yang dirilis BPS, kontribusi PDRB Jawa Timur terhadap PDB nasional tercatat sebesar 14,28 persen, dengan laju pertumbuhan ekonomi (Y-on-Y) sebesar 5,23 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,12 persen.

PDRB Jawa Timur merupakan yang tertinggi kedua di Indonesia setelah DKI Jakarta. Adapun sektor industri pengolahan memberikan kontribusi sebesar 31,10 persen bagi PDRB Jawa Timur, menjadi sektor dengan kontribusi tertinggi. Hal ini menunjukkan peran sentral industri dalam perekonomian Jawa Timur sekaligus menegaskan posisi provinsi ini sebagai salah satu penopang utama industri nasional.

Capaian Global Industri Manufaktur

Kinerja positif industri nasional juga diperkuat dengan hasil kajian lembaga internasional. Berdasarkan data World Bank dan United Nations Statistics, nilai Manufacturing Value Added (MVA) Indonesia terus meningkat sejak 2019, meski sempat tertekan selama pandemi.

Pada tahun 2024, nilai MVA Indonesia mencapai USD 265,07 miliar, jauh di atas rata-rata MVA dunia sebesar USD 78,73 miliar. Capaian ini menempatkan Indonesia di:

  • Peringkat ke-13 dunia, setelah China, USA, Germany, Japan, India, Korea, Mexico, Italy, France, UK, Russia, dan Brazil.
  • Peringkat ke-5 di Asia, di bawah Tiongkok, Jepang, India, dan Korea Selatan.
  • Peringkat ke-1 di ASEAN, melampaui Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Singapura, dengan nilai MVA hampir dua kali lipat dari Thailand.

Angka ini menunjukkan bahwa fondasi struktur industri nasional dari hulu ke hilir semakin kuat dan berdaya saing.

Industri Alas Kaki: Kontributor Penting Ekonomi Nasional

Industri alas kaki menjadi salah satu subsektor unggulan yang berperan besar dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, jumlah industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki skala kecil tercatat sebanyak 53.333 unit usaha dengan penyerapan 159.454 tenaga kerja.

Untuk skala menengah dan besar, terdapat 737 unit usaha dengan penyerapan 571.156 tenaga kerja. Penyebaran industri alas kaki masih didominasi di Pulau Jawa sebesar 80 persen, sedangkan 20 persen berada di luar Pulau Jawa.

Provinsi Jawa Barat menjadi wilayah dengan industri bahan baku pendukung IKM alas kaki terbesar, sementara DKI Jakarta memiliki konsumsi alas kaki per kapita tertinggi. Pemerintah berharap ke depan lebih banyak industri alas kaki tumbuh di luar Pulau Jawa agar pemerataan ekonomi dapat semakin meningkat.

Pertumbuhan merek alas kaki nasional juga menunjukkan tren positif. Berdasarkan Pangkalan Data Kekayaan Intelektual DJKI, terdapat 23.010 merek alas kaki berstatus terdaftar dan dalam proses perlindungan untuk periode Desember 2021–Desember 2031.

Beberapa merek nasional yang kini dikenal luas di masyarakat antara lain Eagle, Kasogi, Ardiles, Brodo, Pakalolo, Bucheri, Prabu, Ortuseight, League, Pierro, Nine Ten (910), Mills, dan Yongki Komaladi.

Kinerja Ekspor dan Investasi Alas Kaki

Kinerja industri alas kaki tetap terjaga di tengah fluktuasi ekonomi global. Pada Triwulan II 2025, industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki tumbuh 8,31 persen (Y-on-Y), jauh di atas pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,12 persen.

Pertumbuhan tersebut didorong oleh peningkatan investasi. Sepanjang Januari–September 2025, realisasi investasi di industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki mencapai Rp 19,23 triliun, terdiri atas Rp 1,33 triliun investasi PMDN dan Rp 17,89 triliun investasi PMA.

Sementara itu, kinerja ekspor alas kaki nasional pada periode Januari–Agustus 2025 tercatat sebesar USD 5,16 miliar, tumbuh 11,89 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2024 (USD 4,61 miliar). Indonesia kini menempati posisi ke-6 sebagai eksportir alas kaki dunia, dengan Amerika Serikat sebagai tujuan ekspor terbesar, disusul Uni Eropa dan sejumlah negara non-tradisional.

BPIPI dan Implementasi Strategi Industrialisasi Nasional

Kinerja positif industri alas kaki nasional menunjukkan efektivitas kebijakan pemerintah dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif. BPIPI (Balai Pengembangan Industri Persepatuan Indonesia) diharapkan memperkuat perannya dalam peningkatan kompetensi, inovasi, dan standardisasi industri alas kaki agar semakin berdaya saing.

Pembangunan Gedung BPIPI di Kabupaten Sidoarjo menjadi langkah nyata dalam mendukung implementasi industri hijau dan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Bangunan Gedung Hijau (BGH) BPIPI dirancang untuk menciptakan lingkungan kerja ramah lingkungan, hemat energi, serta mendukung kreativitas dan inovasi pelaku IKM alas kaki.

Dari sisi P3DN, gedung BPIPI menggunakan produk dalam negeri hingga 95 persen, dengan realisasi produk ber-TKDN sebesar 60 persen.

Pembangunan BPIPI ini juga merupakan bagian dari implementasi Strategi Baru Industrialisasi Nasional (SBIN) — cetak biru industrialisasi Indonesia menuju 2045 yang sejalan dengan ASTA CITA dan RPJPN 2025–2045. SBIN menempatkan industri sebagai tulang punggung perekonomian nasional melalui empat kerangka strategis:

  1. Industrialisasi berbasis sumber daya alam
  2. Pengembangan ekosistem industri
  3. Penguasaan teknologi; dan
  4. Penerapan prinsip industri berkelanjutan

Empat kerangka strategis tersebut memerlukan dukungan faktor-faktor pendukung (enabling factors) yang kuat seperti ketersediaan bahan baku, lahan industri, logistik efisien, energi berkelanjutan, SDM kompeten, kolaborasi riset dan inovasi, serta regulasi dan kebijakan TKDN yang adaptif.

Harapan ke Depan.

Dengan fasilitas gedung baru yang modern, BPIPI diharapkan menjadi pemain kunci dalam pemberdayaan IKM alas kaki nasional agar lebih kompetitif dan berdaya saing tinggi. BPIPI diharapkan mampu mendorong pelaku industri menghasilkan produk yang berkualitas, inovatif, dan berorientasi ekspor guna memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu pusat produksi alas kaki dunia