skip to Main Content

INDUSTRIALISASI MEMERLUKAN MASYARAKAT INDUSTRI

Indonesia tengah mempersiapkan diri menjadi negara industri maju di dunia yang berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) akan terjadi pada tahun 2035. Waktunya,bisa bertepatan dengan terjadinya bonus demografi yang oleh para ahli diperkirakan akan terjadi ledakkan usia produktif di Indonesia pada tahun tersebut, karena itu,Bappenas pernah menyampaikan bahwa periode 2015-2019,berlanjut pada tahun 2020-2025 adalah merupakan masa yang menentukan dan periode kunci bagi sukses atau tidaknya Indonesia menjadi negara industri.Bahasan ini tidak akan mengurai tentang postur industrinya akan seperti apa karena semua sudah ada dalam dokumen RIPIN yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam PP nomor 14/2015.

Dilihat dari aspek sosiologis,maka sejatinya,Indo nesia perlu mempersiapkan warganya menjadi masyarakat industri. Ini hal paling fundamental yang perlu dilakukan jika Indonesia akan memasuki babakan baru menjalankan industrialisasi. Memang bisa menjadi perdebatan, Apakah harus mempersiapkan dulu menjadi masyarakat industri atau masyarakat industri itu akan terjadi saat industrialisasi sudah berjalan,dan kemudian secara transformatif akan terjadi perubahan dengan sen dirinya dimana secara sosiologis kemudian terbentuk menjadi masyarakat industri.
Perdebatan ini bisa tak berujung pangkal,tetapi kita harus memastikan konklusinya bahwa menurut pendapat penulis secara by design, Indonesia harus mempersiapkan diri membentuk warganya menjadi masyarakat industri,dan sambil jalan melaksanakan industrialisasi. Pendapat ini mendukung premisnya Pak Hartarto, menteri perindustrian di zaman orba yang mengatakan bahwa membangun industri bukan sekedar mendirikan pabrik. Premis ini memberikan sebuah pembelajaran bahwa industrialisasi adalah sebuah proses yang kompleks dan berdimensi luas, melibatkan banyak faktor-faktor ekonomi dan non ekonomi. Ahli ekonomi pembangunan memberikan satu pemahaman bahwa pembangunan adalah membangun tatanan baik dari sisi ekonomi dan non ekonomi yang memampukan setiap individu untuk hidup lebih layak sesuai dengan hak-hak dasar sebagai manusia.

Pandangan-pandangan tersebut yang mempengaruhi jalan pikiran penulis, sehingga mengkristalkan judul tulisan ini dengan mengambil tema bahwa Industrialisasi memerlukan "Masyarakat Industri". Memampukan setiap individu untuk hi dup lebih layak adalah kalimat pamungkas, bahwa industrialisasi membutuhkan fondasi yang kuat, yakni hadirnya masyarakat industri yang secara inklusif selalu terlibat dalam setiap prosesnya. Kalau tidak demikian konsepsinya, maka kita akan terjebak bahwa industrialisasi adalah sama dan sebangun dengan pendirian pabrik. Padahal tidak hanya itu konsep pembangunan industri secara hakiki. Karena itu dalam dimensi kebangsaan industrialisasi disebut sebagai proses transformasi politik sosial ekonomi dan budaya. Inilah mengapa dikatakan bahwa pembangunan industri hakekatnya adalah proses yg kompleks.

Berbagai komponen modal selalu terlibat di dalam nya. Diantaranya  adalah modal alami,modal fisik,modal manusia,modal sosial,dan mo dal finansial. Kapitalisasi berbagai komponen modal tersebut hanya bisa dilakukan oleh masyarakat industri yang berperan aktif dalam industrialisasi. Di dalamnya tidak hanya sekedar mereka yang mempunyai modal finansial dan teknologi, tetapi mencakup juga aspek enterpreneurship, budaya riset dan inovasi serta keahlian dan keterampilan, pembelajaran, etos kerja, disiplin dan sebagainya. Pendek kata, industrialisasi tidak cukup hanya dipandang sebagai proses bauran yang secara mekanik dan teknis atau kita sebut saja proses teknoekonomi industri untuk menghasilkan barang dan jasa.Indonesia secara politis telah menetapkan untuk menjadi negara industri maju,bukan sekedar menjadi basis produksi. Catatan ini penting disampaikan bahwa strategi dan kebijakan untuk mewujudkan diri menjadi pusat industri dan pusat produksi tidak serta merta bisa dipersamakan.

Menjadi pusat industri memerlukan masyarakat industri, sementara itu, jika pusat produksi yang tumbuh, maka yang muncul sebagai aktor utama hanyalah para investor/pebisnis/pelaku usaha yang fokus utamanya adalah mengelola pabrik untuk menghasilkan keuntungan. Jika tidak menghasilkan pro fit,biasanya keputusan bisnis nya adalah pindah lokus yang bisa mendatangkan keuntungan. Praktek ini tidak bisa diper salahkan karena Indonesia memerlukan mesin penggerak pertumbuhan dari adanya investasi dalam berbagai ma cam pabrik yang dibangun di negeri ini. Bappenas secara tegas menyatakan dalam RPJM sektor industri bahwa penambahan populasi menjadi salah satu prioritas nasional. Dalam konteks seperti ini, maka Bappenas bisa dikatakan telah terjebak dalam sirkulasi pragmatisme ekonomi, dan pragmatisme industri karena pertumbuhan yang diharapkan hanyalah untuk pertumbuhan ekonomi. Kalau naskah tulisan ini dijadikan sebagai bahan diskusi dalam ranah politik ekonomi dan politik industri, akan bisa memunculkan dua kutub pemikiran, yakni kutub yang bersifat "idiologis", dan kutub yang bersifat "pragmatis".

Menjadi negara industri maju adalah dimensi perencanaan pembangunan yang bersifat idiologis dan dimensi yang berkiblat untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi manufaktur adalah lebih digerakkan oleh pertimbangan yang bersifat pragmatis yakni pertumbuhan untuk pertumbuhan ekonomi.Terkait dengan topik utama yakni industrialisasi memerlukan "masyarakat industri", maka dalam perspektif "idiologis" dan "pragmatis", Indonesia memerlukan "gen-gen unggul agar menjadi masyarakat industri yang unggul.Pendi dikan dan pembelajaran menjadi hal utama yang diperlukan untuk menjadikan masyarakat industri yang unggul sebagai penopang industri alisasi. Masyarakat industri adalah aset intangible penggerak industrialisasi. Inilah sejati nya mesin utamanya. Bangsa yang menguasai teknologi dan mampu melakukan inovasi adalah salah satu ciri dari kon disi masyarakat industri yang penting dilahirkan oleh bangsa ini.

Masyarakat industri hakekatnya selain sebagai aset intangible pada dirinya sekaligus sebagai propertis bangsa Indonesia yang dapat dikapitalisasi melalui industrialisasi. Disnilah nilai kemandirian dalam melaksanakan industrialisasi dapat diwarnai oleh kemampuan setiap individu atau institusi sebagai bagian dari masyarakat industri di Indonesia. Secara de facto, di era globalisasi telah cenderung "mematikan" hal- hal yang bersifat "idiologis" karena harus mengalah dengan doktrin pragmatisme. Secara de facto industrialisasi di Indonesia telah digerakkan oleh modal asing. Dan dalam peta geostrategiknya Indonesia di posisikan hanya sebagai pusat produksi,belum pernah dinya takan sebagai pusat industri oleh pemilik global industriy di dunia. Ini berarti bahwa industrialisasi adalah terkait dengan persoalan nasionalisme dan kepentingan politik negara-negara industri, yang secara langsung dan riil kedudukan mereka dilindungi dalam berbagai perjanjian internasional seperti WTO dsb.

Sebagai penutup dari tulisan ini adalah menjadi pilihan poli tik bangsa ini,apakah tetap akan bercita-cita ingin menjadi negara industri maju seperti di nyatakan secara "idiologis" dalam dokumen RIPIN.Atau berdasarkan alasan pragmatis Indonesia cukup mengambil posisi sebagai pusat produksi manufaktur terbesar di dunia untuk 10 sektor prioritas nasional yang ditetapkan dalam RIPIN. Atau proses untuk men jadi negara industri maju pada tahun 2035, pilihan strategisnya dimulai dengan menempatkan diri sebagai pu sat produksi,dan melalui proses rekayasa politik industri dan rekayasa dan inovasi kebi jakan publik, dan hadirnya intervensi pemerintah untuk menjadi negara industri maju sebagai langkah dan proses yang akan ditempuh. Apapun upayanya,maka Indonesia tetap harus mempersiapkan masyarakatnya untuk menjadi masyarakat industri untuk mendukung industrialisasi.

Konsekwensinya adalah negara harus harus mempersiapkan nya secara sistemik dan berkelanjutan. Pendukung utamanya adalah pendidikan dan pembelajaran. Yang pasti tidak semua nya semua harus dibangun. Artinya menjadi industri maju di bidang yang masyarakat industri bisa membangun dan mengembangkan, seperti di industri alutsista, rekayasa industri dan lain-lain. Jalan pikiranya da pat mengikuti alur semangat pasal 33 ayat (2) UUD 1945,yakni berarti bahwa cabang-cabang industri yang penting dapat dikuasai dan di kembangkan oleh masyarakat industri di Indonesia adalah yg perlu difasilitasi oleh negara, termasuk di dalamnya diperlukan adanya investasi pemerintah secara langsung.

 

Fauzi Aziz, Pemerhati masalah sosial ekonomi dan industri.

Alfiyan Darojat

id_IDID