Masih membahas tentang bagaimana strategi scale up bisnis di era disrupsi menjadi tantangan bagi IKM…
BEHIND THE BRAND: Mengoptimalkan Eksistensi Produk Lokal
Chika
A former journalist that now turns to be a Business Development Manager to Shoesmart
Pada hari Sabtu, 7 Maret lalu, Shoesmart diundang oleh Balai Pengembangan Industri Persepatuan Indonesia (BPIPI) untuk menjadi pemateri dalam acara talkshow dengan tema ‘Behind the Brand’. Talkshow ini merupakan rangkaian dari acara Roadshow Indonesian Footwear Creative Competition (IFCC) 2020 yang diadakan di atrium Marvell City, Surabaya. Ratusan audiens yang mayoritas terdiri dari anak-anak muda dan mahasiswa jurusan desain produk antusias mengikuti serangkaian acara yang digagas oleh BPIPI, bekerja sama dengan IFCC dan Footwear Forum ID.
Dari ki-ka: Andrew, Jangkar, Zikri, dan Fendi (MC)
Talkshow ‘Behind the Brand’ menghadirkan tiga pembicara yang sangat kompeten di industri alas kaki tanah air. Ada Jangkar Bawono (pendiri brand sepatu ‘Portblue’), Ziekry Zulfikar (Desainer Sepatu ‘Specs’), dan Andrew Daniel Tanuwijaya (Marketing Director Shoesmart). Secara garis besar, ketiganya memberikan materi mengenai cara mengelola sebuah brand alas kaki. Namun, sesuai dengan profesi masing-masing, topik yang mereka sampaikan pun berbeda.
“Mulailah menjual produk yang paling Anda suka,” ungkap Jangkar.
Sebagai founder brand sepatu pria ‘Portblue’, Jangkar memaparkan kisahnya membesarkan brand yang ia inisiasi saat masih duduk di bangku kuliah, pada 2014. “Mulanya, saya menjual sepatu dengan cara pesan di pengrajin milik orang lain. Namun, seiring dengan pesanan yang mulai bertambah, saya bikin workshop sendiri,” ujarnya. Dalam memulai bisnis sepatu, Jangkar pun menyarankan untuk menjual jenis sepatu yang benar-benar disukai. “Sebab, berangkat dari hal yang kita suka, kita akan tahu apa kekurangan dan kelebihan produk yang hendak kita jual,” imbuhnya.
Menceburkan diri di industri alas kaki, perkara desain sepatu juga tak bisa dianggap enteng. Sewaktu mendesain sepatu, Zikri selalu melewati berbagai tahapan panjang, di antaranya yaitu Design brief, concept, design exploration, prototype, dan final review. “Tahapan itu terus di lakukan di setiap season. Semua proses pengerjaannya harus detil dan jelas,” cetus desainer yang kini menjadi desainer sepatu di Specs, khusus untuk football dan running shoes.
“Semua pengerjaan desain sepatu harus detil, jelas, dan dilakukan setiap season,” ujar Zikri.
Maraknya brand sepatu lokal maupun desainer sepatu asal Indonesia tentu membuat kita bangga. Terlebih lagi, produk buatan lokal tidak kalah bagus dengan buatan luar negeri. Ironisnya, eksistensi produk lokal sangat menyedihkan bila disorot dari sisi e-commerce yang tumbuh begitu pesatnya. “Pertumbuhan e-commerce di Indonesia telah mencapai angka 369 triliun rupiah. Namun, jumlah produk lokal yang dijual tidak sampai sepuluh persen,” tukas Andrew Tanuwijaya.
“Sudah saatnya para pelaku UMKM berani menjual produknya di e-commerce,”
Andrew menjelaskan, lesunya produk lokal di e-commerce tak luput dari minimnya minat pelaku UMKM untuk menjual produknya di platform online. “Mayoritas pelaku UMKM masih ‘offline-minded’. Mereka juga cenderung tidak percaya diri bila menjual produknya secara online, karena tidak didukung dengan pengetahuan digital yang baik,” ujarnya.
Andrew Tanuwijaya bersama salah satu karya peserta IFCC 2020
Menurut Andrew, UMKM yang bergerak bidang sepatu kini tak perlu ragu untuk menjual produknya di Shoesmart. Shoesmart sendiri sebagai marketplace sepatu terbesar, hadir menaungi berbagai brand sepatu lokal Indonesia. “Di Shoesmart, semua brand sepatu yang bergabung akan dibantu agar lebih berkembang dan dikenal oleh masyarakat luas. Tidak ada biaya registrasi maupun komisi. Kami hadir untuk membantu memajukan produk sepatu buatan dalam negeri,” pungkas Andrew, penuh harap.
Teks: Rizka Chika
Foto: Moka, Richard, Siska (Tim Dokumentasi Shoesmart)
Origilnal article: http://blog.shoesmart.co.id/blogs/26
This Post Has 0 Comments